Sabtu, 17 Mei 2008

Kredit Konsumsi Dibatasi

Palembang (Torang), Tekanan inflasi dan rencana kenaikan BBM membuat perbankan selektif menyalurkan kredit konsumsi agar tidak terjadi kemacetan.

Kepala Pimpinan Bank Mandiri Wilayah II Palembang Djoko Warsito menuturkan, pembatasan kredit dilakukan terkait gejolak ekonomi secara makro. Dia menyatakan, kenaikan BBM yang tidak bisa ditunda dalam waktu dekat ini membuat segala biaya produksi bisnis meningkat tajam.

“Karena itu, mau tidak mau angka jual produksi ikut mengalami kenaikan yang sama,” tandasnya. Dia menuturkan, tingginya tekanan inflasi dan naiknya suku bunga acuan membuat kalangan perbankan melakukan pengetatan penyaluran kredit konsumsi kepada masyarakat.

Dia menjelaskan, pembatasan dilakukan karena kemampuan bayar segmen-segmen tertentu, khususnya kalangan menengah ke bawah, mengalami penurunan drastis. “Mudah-mudahan inflasi beberapa bulan ke depan bisa kembali stabil atau turun.Tapi dalam kondisi sekarang ini,Mandiri belum melakukan perubahan apapun dari sisi target,” ungkapnya.

Tidak hanya target, ekspansi kredit pun diakui Djoko belum dilakukan perubahan. Dia menuturkan, kenaikan suku bunga sebesar 0,25 persen menjadi 8,28 persen mulai pekan kemarin, dianggap belum begitu memengaruhi aktivitas kredit. “Perkembangan terakhir, kita masih tetap optimistis bisa mencapai target bisnis yang direncanakan dengan pertumbuhan kredit mikro 38 persen dan komersial 30 persen,” jelas dia.

Djoko mengungkapkan, penundaan perubahan itu dilakukan sambil menunggu perkembangan pasar. Lagi pula, kenaikan BBM masih sebatas tahap perencanaan sehingga perubahan belum bisa dilakukan sampai akhir Mei.

“Jika kenaikan BBM benar,beberapa segmen yang harus diwaspadai penyaluran kreditnya, antara lain transportasi, kredit kendaraan, dan segmen-segmen yang terpengaruh langsung dengan kenaikan BBM. Sebab, segmen ini biasanya tertekan dan bisa menyebabkan NPL jadi tinggi,” tandasnya.

Tingginya non-performing loan (NPL) atau kredit macet, bisa juga diakibatkan pinjaman yang melonjak sehingga kenaikan BBM memicu kenaikan harga produksi yang membebani debitur. Sementara itu, pengamat ekonomi Markoni Badri mengatakan, dominasi kredit konsumtif perbankan merupakan kewajaran.

Dia menilai, saat ini pertumbuhan sektor riil belum bergerak sebagaimana mestinya. “Jika kredit konsumtif perbankan lebih besar, itu wajar saja. Sebab, perkembangan sektor riil saat ini belum memberikan kepastian yang membuat perbankan ragu menyalurkan pembiayaan,” tandasnya. (AS)

Tidak ada komentar: