Sabtu, 17 Mei 2008

Etika Berlalu Lintas Rendah

Jakarta (Torang), Etika tertib berlalu lintas pengendara sepeda motor di Jakarta masih rendah. Untuk melakukan penertiban, polisi harus konsisten menegakkan hukum.

Rendahnya etika berkendara ini terkait dengan meningkatnya jumlah kecelakaan dari tahun ke tahun. Kepala Seksi Kecelakaan Lalu Lintas Direktorat Lalu Lintas Polda Metro Jaya Kompol Irvan Prawira menjelaskan, penyebab kecelakaan di Jakarta secara umum perilaku pengendara sepeda motor masih rendah karena tidak disiplin berlalu lintas.

“Banyak hal yang menyebabkan tingginya angka kecelakaan. Namun, faktor utama adalah buruknya perilaku mereka, khususnya dalam berlalu lintas,” ujar Kompol Irvan kemarin. Diketahui, pada 2007 sebanyak 88 persen atau sekitar 3.099 dari 3.522 kasus kecelakaan di Jakarta melibatkan kendaraan roda dua. Dari jumlah tersebut, 719 orang di antaranya meninggal dunia, 1.703 orang luka berat dan 2.454 luka ringan. Selain perilaku, penyebab lain tingginya jumlah kecelakaan karena keterampilan, alam, infrastruktur dan kendaraan.

Infrastruktur misalnya, banyaknya jalan berlubang dan rusak bisa menimbulkan kecelakaan. Bahkan di Jakarta, korban lalu lintas akibat jalan rusak dan berlubang sudah banyak. “Kami sudah sering menyurati Pemprov DKI Jakarta untuk segera memperbaiki jalan itu. Tapi buktinya masih banyak jalan yang rusak dan berlubang di Jakarta,” terangnya. Untuk meminimalisasi jumlah kecelakaan tersebut, Polda Metro Jaya terus melakukan berbagai hal, di antaranya mengampanyekan tertib berlalu lintas, mengadakan penyuluhan, memperketat pembuatan SIM.

“Upaya itu terus dilakukan, bahkan kami tidak akan segan-segan menilang siapa pun jika terbukti membuat onar di jalan,” katanya. Kepala Subdirektorat Pendidikan dan Rekayasa Direktorat Lalu Lintas Polda Metro Jaya AKBP Chrysnanda mengakui, jumlah kecelakaan di Jakarta tergolong tinggi. Dari data yang diperoleh, hampir setiap tahun kasus tersebut meningkat. Pada 2007 misalnya, kasus kecelakaan di Jakarta mencapai 5.154 kejadian. Dari jumlah tersebut, 999 orang meninggal dunia, 2.345 luka berat dan 3.398 luka ringan.

“Jumlah tersebut baru yang terdata di kantor polisi dan masih banyak lagi kasus kecelakaan yang belum terdata karena tidak diketahui polisi,” ungkapnya. Psikolog dari Lembaga Psikologi Terapan Universitas Indonesia Vera Itabiliana menilai, tingginya pelanggaran yang dilakukan pengendara di jalan lantaran tidak adanya penerapan hukum secara konsisten dan konsekuen oleh penegak hukum. Akibatnya, banyak pengendara yang melanggar. “Seperti lewat jalur busway, kalau ditilang, ya selamanya harus ditilang, bukan sebaliknya,” katanya.

Kondisi seperti ini mempengaruhi ke internal pribadi para pengendara. Padahal, agar seseorang mau belajar dan mengikuti peraturan harus dilakukan secara rutin dan konsisten. Sebab, jika tidak dilakukan maka mereka akan menggunakan peluang untuk tidak mematuhi aturan. “Kecenderungan orang berkendara adalah untuk cepat sampai tujuan. Jika mereka melihat ada celah-celah untuk cepat meski melanggar, mereka akan melakukannya,” tandasnya. Meski demikian, dia mengakui faktor internal pribadi juga cukup mempengaruhi.

Menurut dia, memang ada beberapa orang yang memiliki kecenderungan untuk melanggar dan memberontak terhadap peraturan yang berlaku, seperti enggan menggunakan peralatan keselamatan. “Memang ada orang-orang seperti itu, tapi jumlah sangat kecil,” jelasnya. Sementara itu, dua tronton mengalami tabrakan di tol Jakarta-Merak Km 69 tepatnya di Desa Bogeg Kecamatan Cipocok Jaya Kota Serang Banten, kemarin. Satu orang sopir tewas di tempat dan dua orang lainnya mengalami luka-luka. Mereka langsung dilarikan ke RSUD Serang.

Korban yang tewas dalam kecelakaan itu, yakni Fathoni (46 th) warga Kampung Jedang Cangkring Kabupaten Sidoarjo Jawa Timur. Sementara korban yang mengalami luka-luka, yaitu Rasam (40 th) warga Desa Delagon Kecamatan Panceng Gresik Jawa Timur dan Pendi (25 th) warga Sidoarjo Jawa Timur. (AS)

Tidak ada komentar: