Kamis, 15 Mei 2008

Parpol Perlu Hati-Hati Calonkan Artis

Jakarta (Torang), Munculnya beberapa artis yang kini menjadi pejabat publik mengundang keprihatinan Gubernur Lembaga Ketahanan Nasional (Lemhannas) Muladi.

Dia mengimbau partai politik agar tidak asal pilih dalam menentukan bakal calon pemimpin rakyat, baik kepala daerah maupun kepala negara dengan sekadar mengandalkan ketenaran.

Melihat banyak artis yang ingin mencalonkan diri sebagai pejabat publik, sebagai gubernur lembaga kepemimpinan Muladi mengaku bingung dengan tidak adanya standar kepemimpinan yang tangguh.

“Padahal yang akan dihadapi itu globalisasi, diplomasi dan menyangkut ideologi bangsa. Bila yang tampil adalah artis, ini khawatir bisa jadi dagelan,” ujar Muladi di Jakarta kemarin. Dalam catatan artis yang menjadi pejabat publik bermula dengan terpilihnya Rano Karno sebagai wakil bupati Tangerang. Kesuksesan Rano berlanjut ketika Dede Yusuf memenangi pemilihan kepala daerah sebagai wakil gubernur Jawa Barat.

Menurut Muladi, jutaan rakyat Indonesia membutuhkan kepemimpinan yang kredibel, berkualitas dan teruji. Karena itu, kemunculan artis sebagai pejabat publik perlu disikapi dengan kehati-hatian karena mereka nantinya akan memimpin jutaan rakyat.

“Menentukan calon pemimpin untuk negeri ini jangan hanya alasan dia (pemimpin itu) anak muda, wajah baru, terkenal, memiliki wajah ganteng atau cantik, menyenangkan dan lainnya. Itu mengkhawatirkan,” ujar Muladi.

Menurut Muladi, dalam perundang-undangan, partai politik (parpol) mendapat kewenangan merekrut calon pemimpin yang andal serta memenuhi standar kepemimpinan. Kenyataannya, banyak parpol besar salah menentukan figur dengan mengusung calon-calon pimpinan daerah, baik gubernur, bupati, maupun wali kota, yang mentalitasnya dinilai masyarakat kurang baik. Kemudian beberapa parpol mengambil langkah mengusung calon pemimpin dari kalangan artis, hanya untuk mengangkat citra partai tersebut.

“Ini seolah-olah menjadi tren, yang akan diikuti oleh artis-artis lain. Jadi bukan memilih kucing dalam karung sehingga tidak peduli bangsa ini mau menjadi apa. Ini menjadi peringatan yang perlu diperhatikan,” kata Muladi. Jika harus memilih calon pemimpin dari kalangan artis, Muladi mensyaratkan adanya standar kepemimpinan.

“Sebab yang terpenting adalah kemampuan orang untuk dapat memutuskan secara percaya diri setiap kebijakan untuk jutaan rakyat Indonesia,” tegasnya. Juru bicara Partai Demokrat Max Sopacua mengaku setuju atas usulan Muladi agar partai lebih berhati-hati dalam merekrut artis.

Menurut dia, membangun bangsa tidak bisa ditumpukan hanya pada popularitas. Aspek integritas dan kualitas individu jauh lebih penting. “ntegritas dan kualitas sangat dibutuhkan, terutama saat menghadapi permasalahan besar,” katanya.

Max menjelaskan, integritas pemimpin sangat dibutuhkan dalam setiap mengambil kebijakan. Menurut dia, kepemimpinan yang hanya ditopang popularitas akan rapuh saat menghadapi persoalan. Karena itu, semestinya jika para artis ingin terjun di dunia politik, mereka juga harus memahami tatanan politik. Mulai dari ideologi, sistem ketatanegaraan hingga budaya politik.

Di lingkup internal Partai Demokrat, rutin diselenggarakan training politik. Langkah ini sebagai pembekalan kepada para artis jika kelak diserahi amanah oleh rakyat. Wakil Sekjen PAN M Yasin Kara sepakat atas perlunya para pejabat publik memahami sistem ideologi kebangsaan karena mereka akan memandu proses pembangunan.

Tanpa ideologi yang jelas, target pembangunan sulit tercapai. Namun, artis yang diusung PAN, sudah lama berkiprah di partai. Mereka juga sudah mengikuti pendidikan tentang ideologi politik. Direktur Eksekutif Indobarometer Muhammad Qodari mengakui kekhawatiran Muladi atas artis yang menduduki jabatan publik ada benarnya.

Dia menyoroti kemampuan sosok berlatar belakang artis dalam mengelola wilayah kepemimpinan. Meski demikian tidak lantas harus apriori. Kemampuan memimpin baru bisa dilihat ketika artis tersebut sudah menduduki posisinya.

“Kalau belum memimpin, ya tidak bisa dibilang mengkhawatirkan atau tidak kredibel,” ujar Qodari. Artis yang bertarung memperebutkan jabatan publik merupakan bentuk dari kegagalan kaderisasi parpol. Jika memiliki kader yang berkualitas, parpol tidak akan mencari orang di luar parpol.

“Tentunya ini juga sindiran bagi parpol mengapa tidak bisa menghasilkan kader sendiri,” tegasnya. Senada dengan Qodari, pengamat politik LIPI Lili Romli melihat keberhasilan beberapa artis memperoleh jabatan publik sebagai pemicu latahnya artis lain untuk ikut pada tren ini. Hal ini didukung oleh parpol yang juga ikut latah dengan mengusung mereka. Dosen ilmu politik UI ini menggambarkan, bahkan banyak artis yang belum jelas kemampuannya nekat maju pada beberapa pemilihan kepala daerah.

Dia yakin kapasitas kenegaraan mereka pas-pasan. Aktor Dede Yusuf yang baru terpilih sebagai wakil gubernur Jawa Barat mengatakan, semua orang, termasuk artis, memiliki hak yang sama untuk merepresentasikan dirinya dalam politik. Semua profesi, termasuk kalangan artis, sama-sama memiliki peluang. Rakyat jualah yang berhak menentukan siapa pilihan mereka.

“Saya gembira banyak artis yang memiliki tekad dan keberanian maju. Semoga mereka tetap mengedepankan nurani untuk membangun masyarakat Indonesia,” kata Dede melalui pesan singkat. (AS)

Tidak ada komentar: