Kamis, 15 Mei 2008

Kebutuhan Batu Bara Meningkat

Palembang (Torang), Keputusan pemerintah menaikkan harga bahan bakar minyak (BBM) dalam waktu dekat ternyata memukul dunia industri di Sumatera Selatan (Sumsel), tak terkecuali pengusaha karet.

Kenaikan berkisar 20-30 persen mau tidak mau membuat mereka harus mencari alternatif energi baru untuk menghemat biaya produksi yang kian membengkak. “Kebutuhan BBM bisa diibaratkan darah bagi industri yang kami lakukan. Jika terganggu sedikit saja, dampaknya akan sangat buruk. Sebab, kenaikan BBM bisa memengaruhi produksi secara langsung.” ungkap Ketua Gabungan Pengusaha Karet Indonesia (Gapkindo) Sumsel Alex K Eddy kemarin.

Alex menegaskan, kenaikan harga sarana penunjang produksi, seperti ongkos, onderdil, biaya kemasan dan suku cadang, juga harus diwaspadai. Sebab, kenaikan barang tersebut biasanya lebih dulu terjadi.

“Selama ini produksi karet sangat bergantung dengan solar sebagai bahan bakar utama. Untuk pabrik karet, kebutuhan solar bisa 35.000 liter per hari. Sangat besar biaya yang harus kami keluarkan dalam sebulan apabila harga solar Rp10.150,00 per liter,” paparnya.

Dia menuturkan, supaya harga produksi tidak semakin membebani, pihaknya menganjurkan kepada 21 anggota Gapkindo agar beralih ke energi alternatif baru, seperti gas dan batu bara. Sebab, sesuai pengujian, penggunaan energi batu bara bisa menghemat penggunaan bahan bakar hingga 70 persen.

“Begitu juga untuk karet yang dihasilkan, kualitasnya lebih bagus dan tidak lengket seperti saat menggunakan solar sebagai bahan bakar,” ungkapnya meyakinkan. Sampai saat ini, terang Alex, sudah tiga perusahaan karet yang mengganti bahan bakar solar menjadi batu bara, yaitu PT Baja Baru, PT Gajah Ruku, dan PT Muara Kelingi. Jumlah peminat bahan bakar batu bara ini terus meningkat.

Dia menambahkan, saat ini terdapat satu perusahaan di kawasan Gasing yang mengajukan pemasangan mesin berbahan bakar batu bara. “Sebenarnya bahan bakar batu bara ini sudah lama dianjurkan, tapi banyak anggota yang belum percaya. Setelah melihat PT Baja Baru sukses, maka yang lain ikuti-kutan. Investasinya tidak terlalu mahal dan beberapa bulan saja perusahaan sudah bisa mengembalikan modal,” jelasnya.

Sementara itu, Kepala Dinas Perkebunan Provinsi Sumsel Syamuil Chatib mengungkapkan, perkebunan karet Sumsel masih butuh pengembangan, terutama masalah peremajaan.

Dia mengungkapkan, sebanyak 1 juta hektare lahan perkebunan karet yang ada di Sumsel, setidaknya 40.000 hektare harus diremajakan supaya menghasilkan karet lebih maksimal. “Meski begitu, kami optimistis produksi karet Sumsel tetap bisa melampaui 720.000 ton per tahun,” tandasnya. (AS)

Tidak ada komentar: