Rabu, 07 Mei 2008

Unjuk Rasa Menuntut Pendidikan Gratis Di Sumsel

Palembang (Torang), Peringatan Hari Pendidikan Nasional (Hardiknas) di Palembang diwarnai aksi Demo. Puluhan aktivis dan warga yang mengatasnamakan diri Front May Day menggugat, menuntut pendidikan gratis berkualitas dilaksanakan di Sumsel. Aksi Massa yang merupakan gabungan dari ormas Frabam, LMD, dan PMII sumsel ini menyampaikan orasinya di kantor Pemprov Sumsel dan Dinas Pendidikan Nasional (Diknas) Sumsel.

Koordinator aksi Dodi Penalosa mengatakan, pendidikan merupakan hak dari warga Negara. Sayangnya, Pemerintah belum sepenuhnya mampu mengakomodir hak akan pemenuhan pendidikan. Selain itu, belum meratanya tingkat kesejahteraan di Sumsel, menyebabkan sebagian masyarakat tidak mampu menanggung biaya pendidikan padahal, Pendidikan merupakan modal awal bagi bangsa untuk dapat maju danberkembang serta setara dengan bangsa lain di dunia.

Salah satu solusi untuk mengatasi wajah meris pendidikan yaitu dengan sekolah gratis dan berkualitas. Untuk melaksanakan pendidikan gratis dan berkualitas, menurutnya, juga tidak mudah. Pemerintah harus benar-benar memahami langkah konkret untuk melaksanakan hal tersebut. Caranya dapat dengan pengalihan keuntungan sektor pertambangan untuk pendidikan dan kesehatan gratis. Hal ini suatu langkah realitis, sebab sumsel memiliki banyak sumber daya tambang, serta sebagai Lumbung Energi Nasional. Untuk dapat melaksanakan pendidikan gratis dan kesejahteraan gratis, dituntut suatu komitmen yang sungguh-sungguh dari segenap aparat pemerintahan.

Agar perjuang mewujudkan pendidikan gratis tak hanya menjadi sebuah ide yang bagus namun sulit untuk diterapkan, pemerintah juga harus mengambil kendali atas pertambangan asing di Indonesia. Sektor pertambangan merupakan penopang yang baik bagi penerapan pendidikan gratis. “Untuk itu diperlukan penguatan industri pertambangan yang bebas KKN. Serta memperkuat tenaga-tenaga produktif dengan mengalihkan keuntungan sektor pertambangan untuk pendidikan dan kesehatan gratis,” ujarnya.

Pada waktu yang berbeda, Aliasi Mahasiswa bersatu menuntut realisasi APBD sebesar menimal 20 % untuk sektor pendidikan. Penyampain aspirasi ini dilakukan di Bundaran Air Mancur Palembang. Aliansi mahasiswa bersatu juga menuntut pemberantasan buta huruf, pemerataan pembangunan sekolah, pengusutan tuntas korupsi dana BOS, serta memperjelas kesejahteraan tenaga pengajar. Mereka juga menolak RUU BHP tentang pelimpahan kewenangan pemerintah kepada kampus untuk mengatur manajemen keuangan kampus.

Ditempat yang sama, Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) universitas Sriwijaya dan Ikatan Remaja Muhammadiyah (IRM) juga menggelar unjuk rasa. Aksi mereka tersebut menyikapi semakin terbelakangnya kondisi pendidikan di Palembang, terutama menjelang pemilukada.

“Pendidikan seolah politasasi. Hakekat pendidikan telah bergeser menjadi wahana pengumbar janji,” ujar Ardiansyah, koordinator aksi tersebut. Mereka juga menilai pendidikan di Palembang diwarnai kemerosotan. Kebijakan pendidikan yang dijalankan pemerintah, justru membuat sektor tersebut semakin mundur. Salah satu contoh yang dikemukakan, ujian nasional yang malah dijadikan ajang perebutan gengsi oleh pihak sekolah. Hal tersebut kemudian mengorbankan para pelajar, dengan melahirkan ahli tipu ulung dari kalangan pengajar itu sendiri.

Dari sektor pemerataan, distribusi pendidikan yang layak terkesan masih tebang pilih. Potret pendidikan ini diperparah dengan alokasi anggaran pendidikan yang belum sesuai dengan konstitusi. Memperingati Hardiknas, mereka menuntut diwujudkannya reformasi pendidikan, mengutuk segala bentuk politisasi terhadap pendidikan serta berharap pemerintah mengusahakan pendidikan bermutu dan terjangkau bagi masyarakat miskin. Mereka juga menolak segala bentuk kapitalisasi pendidikan. Pada akhirnya mereka menginginkan realisasi anggaran pendidikan minimal 20 % dari APBD sesuai dengan undang-undang. (Tim/02)

Tidak ada komentar: